Senin, 11 Oktober 2010

Tugas Soft Skill pranata sosial

Nama   : Ahmad Ferdian
NPM      : 20110377
KELAS  : 1KB06




Pengertian Pranata Sosial Dan Fungsi dari Pranata Sosial

Dalam kehidupan sehari-hari, pengertian pranata sosial sering bias atau rancu dengan
pengertian kelompok sosial atau asosiasi. Apalagi kalau menggunakan istilah lembaga
sosial, organisasi sosial, atau lembaga kemasyarakatan. Pada uraian ini akan dijelaskan, bahkan ditegaskan, tentang pengertian pranata sosial, dan perbedaannya
dengan kelompo sosial atau asosiasi.
Horton dan Hunt (1987) mendefinisikan pranata sosial sebagai lembaga sosial, yaitu
sistem norma untuk mencapai tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dipandang
penting.
Di dalam sebuah pranata sosial akan ditemukan seperangkat nilai dan norma sosial
yang berfungsi mengorganir (menata) aktivitas dan hubungan sosial di antara para
warga masyarakat dengan suatu prosedur umum sehingga para warga masyarakat
dapat melakukan kegiatan atau memenuhi kebutuhan hidupnya yang pokok.
Koentjarningrat (1979) menyatakan bahwa pranata sosial adalah sistem-sistem yang
menjadi wahana yang memungkinkan warga masyarakat untuk berinteraksi menurut
pola-pola atau sistem tatakelakuan dan hubungan yang berpusat pada aktivitasaktivitas
untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan
masyarakat.
Terdapat tiga kata kunci dalam setiap pembahasan tentang pranata sosial, yaitu: (1)
nilai dan norma sosial, (2) pola perilaku yang dibakukan atau yang disebut dengan
prosedur umum, dan (3) sistem hubungan, yaitu jaringan peran serta status yang
menjadi wahana untuk melaksanakan perilaku sesuai dengan prosedur umum yang
berlaku.
Pranata sosial pada dasarnya bukan merupakan sesuatu yang kongkrit, dalam arti
tidak selalu hal-hal yang ada dalam suatu pranata sosial dapat diamati atau dapat
dilihat secara empirik (kasat mata). Tidak semua unsur dalam suatu pranata sosial
mempunyai perwujudan fisik. Bahkan, pranata sosial lebih bersifat konsepsional,
artinya keberadaan atau eksistensinya hanya dapat ditangkap dan difahami melalui
pemikiran, atau hanya dapat dibayangkan dalam imajinasi sebagai suatu konsep atau
konstruksi yang ada di alam pikiran. Beberapa unsur pranata dapat diamati atau
dilihat, misalnya perilaku-perilaku individu atau kelompok ketika melangsungkan
hubungan atau interaksi sosial dengan sesamanya.
Hal penting yang perlu ditegaskan di sini adalah bahwa seorang individu atau
sekelompok orang dapat saja datang dan pergi dalam suatu lembaga, tetapi fungsi
individu atau kelompok dalam pranata hanyalah sebagai pelaksana fungsi atau
pelaksana kerja dari suatu unsur lembaga sosial. Kedatangan atau kepergian individu
atau sekelompok individu tidak akan menganggu eksistensi dari suatu lembaga sosial.
Individu atau sekelompok individu di dalam pranata sosial, kedatangannya atau
kepergiannya hanyalah berfungsi saling menggantikan.
Agar lebih jelas tentang pranata sosial, berikut disajikan tentang perbedaannya dengan
kelompok sosial atau asosiasi.
Diciptakannya pranata sosial pada dasarnya mempunyai maksud serta tujuan yang
secara prinsipil tidak berbeda dengan norma-norma sosial, karena pada dasarnya
pranata sosial merupakan seperangkat norma sosial.
Secara umum, tujuan utama pranata sosial, selain untuk mengatur agar kebutuhan
hidup manusia dapat terpenuhi secara memadai, juga sekaligus untuk mengatur agar
kehidupan sosial para warga masyarakat dapat berjalan dengan tertib dab lancar
sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Contoh: pranata keluarga mengatur
bagaimana keluarga harus merawat (memelihara) anak. Pranata pendidikan mengatur
bagaimana sekolah harus mendidik anak-anak sehingga dapat menghasilkan lulusan
yang handal.
Tanpa adanya pranata sosial, kehidupan manusia dapat dipastikan bakal porak
poranda kaena jumlah prasarana atau sarana untuk memenuhi kebutuhan manusia
relatif terbatas, sementara jumlah orang yang membutuhkan justru semakin lama
semakin banyak. Itulah mengapa semakin lama, seiring dengan meningkatkan jumlah
penduduk suatu masyarakat, pranata sosial yang ada di dalamnya juga semakin
banyak dan kompleks. Kompleksitas pranata sosial pada masyarakat desa akan lebih
rendah daripada masyarakat kota. Koentjaraningrat (1979) mengemukakan tentang fungsi pranata sosial dalam
masyarakat, sebagai berikut:

1. Memberi pedoman pada anggota masyarakat tentang bagaimana bertingkah laku
atau bersikap di dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Adanya
fungsi ini kaena pranata sosial telah siap dengan bebagai aturan atau kaidahkaidah
sosial yang dapat digunakan oleh anggota-anggota masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.

2. Menjaga keutuhan masyarakat (integrasi sosial) dari ancaman perpecahan
(disintegrasi sosial). Hal ini mengingat bahwa jumlah prasarana atau sarana untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia terbatas adanya, sedangkan orang-orang
yang membutuhkannya semakin lama justru semakin meningkat kualitas maupun
kuantitasnya, sehingga memungkinkan timbulnya persaingan (kompetisi) atau
pertentangan/pertikaian (konflik) yang bersumber dari ketidakadilan atau
perebutan prasarana atau sarana memenuhi kebutuhan hidup tersebut. Sistem
norma yang ada dalam suatu pranata sosial akan berfungsi menata atau mengatur
pemenuhan kebutuhan hidup dari para warga masyarakat secara adil dan
memadai, sehingga keutuhan masyarakat akan terjaga.

3. Berfungsi untuk memberikan pegangan dalam melakukan pengendalian sosial
(social control). Sanksi-sanksi atas pelanggaran norma-norma sosial merupakan
sarana agar setiap warga masyarakat konformis (menyesuaikan diri) terhadap
norma-norma sosial itu, sehingga tertib sosial dapat terwujud. Dengan demikian,
sanksi yang melakat pada setiap norma itu merupakan pegangan dari warga
masyarakat untuk melakukan pengendalian sosial –meluruskan—warga
masyarakat yang perilakunya menyimpang dari norma-norma sosial yang berlaku.

Norma - Norma yang berlaku terhadap masyarakat Indonesia

Dalam pergaulanhidup di masyarakat terdapat 4 macam norma atau kaidah, yaitu:
  1. Norma agama, yaitu peraturanhidup yang diterima sebagai perintah-perintah, larangan-larangan dan anjuran-anjuran yang berasal dari Tuhan. Contoh: tidak boleh minum-minuman keras, berbuat maksiat,mengkonsumsi madat, dan lain-lain.
  2. Norma kesusilaan, yaitu peraturan hidup yang dianggapsebagai suara hati nurani manusia atau datang melalui suarabatin yang diakuidan diinsyafi oleh setiap orang sebagai pedoman dalam bersikap dan berbuat. Contoh: seorang anak durhaka terhadap orangtuanya.
  3. Norma kesopanan, yaitu peraturan hidup yang timbul dari pergaulansegolongan manusia yang diikuti dan ditaati sebagai pedoman yang mengatur tingkah laku manusia terhadap lingkungan sekitarnya (misalnya: orang muda harus menghormati yang lebih tua).
  4. Norma hukum, yaitu peraturan-peraturan yang timbul dari hukum yang dibuat oleh penguasa negara yang isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaannya dapat dipertahankan dengan segala paksaanoleh alat-alat negara.Contoh: melakukan pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, dan lain-lain. 

Institusionalisasi

  Institusionalisasi adalah suatu proses terbentuknya suatu institution. Suatu bentuk tindakan atau pola perilaku yang sebelumnya merupakan sesuatu yang baru, kemudian diakui keberadaannya, dihargai, dirasakan manfaatnya dan seterusnya diterima sebagai bagian dari pola tindakan dan pola perilaku lingkungan tertentu. Proses institusionalisasi terjadi apabila pola perilaku tersebut semakin melembaga, semakin mengakar dalam kehidupan lingkungan sosial tertentu. Oleh sebab itu dalam proses institusionalisasi yang terpenting bukan kehadiran suatu organisasi atau institute sebagai wadahnya, melainkan hadirnya suatu pola tingkah laku yang semakin melembaga(institution).
        Dalam kaitannya dengan pelayanan sosial, dikatakan telah terjadi institusionalisasi apabila tindakan pelayanan sosial dan hasilnya bukan merupakan kegiatan yang bersifat insidental, melainkan kegiatan yang berkesinambungan, terstruktur dan merupakan bagian integral dari pola aktivitas yang terlembagakan. Dalam usaha pelayanan sosial institusionalisasi terjadi baik bagi pihak yang memberi maupun yang menerima pelayanan.
       Bagi pihak yang memberikan pelayanan sosial, kegiatan pelayanan sosial dilakukan secara berkelanjutan, dilakukan oleh perangkat yang menjadi bagian integral dari sistem organisasi pemberi pelayanan tersebut, dengan menggunakan pendekatan yang sudah teruji. Bagi penerima pelayanan sosial, institusionalisasi berarti hasil dari pelayanan tersebut bukan merupakan dampak sesaat melainkan berkelanjutan, walaupun pelayanan sudah dihentikan.

Institusionalisasi Pemberi Pelayanan
Secara garis besar, terjadinya institusionalisasi pemberi pelayanan sosial membutuhkan beberapa prasarat:

1.adanya  bagian dari sitem memenjemen institusi yang yang secara khusus menangani usaha pelayanan sosial

2.adanya alokasi  anggaran yang disediakan untuk kegiatan pelayanan sosial setiap tahun anggaran

3.adanya  tenaga yang mempunyai kompetensi dibidang pelayanan sosial

4.adanya  program program pelayanan sosial yang berkesinambungan

5.adanya  pendekatan yang sudah teruji baik untuk menjamin ketepatan kelompok sasaran maupun  untuk mewujudkan prinsip
  "help the people to help themselves".

Institusionalisasi Penerima Pelayanan:
Institusionalisasi pada pihak penerima pelayanan diusahakan melalui perwujudan beberapa kondisi berikut

1.kesinambungan aktivitas penerima pelayanan yang distimulasi oleh pelayanan sosial

2.pengembangan kapasitas sebagai dampak positif dari pelayanan sosial yang diterima

3.apabila pelayanan sosial diberikan pada kelompok atau masyarakat, ditandai dengan adanya institusi yang merupakan  
  organization that are institution

4.tidak mengakibatkan ketrergantungan sebagai akibat pelayanan, kecuali bagi penerima yang karena kondisinya memang mengharuskan demikian

5.kondisi kehidupan yang semakin meningkat dari penerima pelayanan

Langkah langkah

1.Melalui proses bekerja sambil belajar.
Dalam proses ini melalui kegiatan pelayanan sosial terjadi proses  saling belajar antara pemberi dan penerima pelayanan. Proses saling belajar juga lebih menjamin pelayanan yang diberikan sesuai kebutuhan penerima, dan lebih menjamin dimanfaatkannya potensi dan kearifan lokal

2.Melalui proses bekerja sambil belajar tersebut peranan pemberi pelayanan semakin dikurangi, sebaliknya peranan penerima  pelayanan semakin ditingkatkan. Hal itu juga berlaku dalam hal alokasi sumberdaya.

3.Melalui proses bekerja sambil belajar seperti itu kemudian terwujud pola aktivitas yang melembaga.

4.Apabila institusionalisasi sudah dianggap cukup, maka kondisi itu merupakan saat yang tepat untuk menghentikan pelayanan sosial yang diberikan. Tahap ini sering juga disebut terminasi atau disengagement.

5.Karena sudah terjadi institusionalisasi, kegiatan terus berjalan bahkan diharapkan terus meningkat walaupun pelayanan sudah dihentikan

Indikator
1.Aktivitas tetap berlanjut  walaupun pelayanan dihentikan
2.Terjadi efek multiplier dari dampak pelayanan, baik jenis kegiatan maupun pelaku kegiatan



SUMBER :



Tidak ada komentar:

Posting Komentar